Curhatan~
Kebahagiaan
punya jalannya masing-masing. Ada yang bahagia diberikan permen, dipuji, hingga
hal-hal kecil lainnya. Selayaknya dua mata koin yang saling melengkapi ada
kebahagiaan ada pula kesedihan.
Tolak
ukur bahagia dan kesedihan tergantung pada pengalaman hidup kita masing-masing.
Tetapi bila diizinkan mendefinisikan sebuah kebahagian, bagiku: “Kebahagiaan
itu menerima”
Kenapa?
![]() |
Dokumentasi Pribadi |
Di
kehidupan yang penuh tantangan ini tak mungkin kamu selamanya merasakan senang
setiap saat. Pasti ada kalanya kesedihan melingkupi, kekecewaan menyelimuti,
dan berbagai peristiwa pahit lainnya yang terus terjadi.
Tak
jarang pula kepahitan itu terus bergulir bagai aliran sungai yang tak pernah
surut. Namun, ketika hati menerima semua yang terjadi, kebahagiaan itu datang
dengan sendirinya.
***
Sedikit
cerita pengalaman yang ku alami beberapa waktu lalu perihal menerima dan
menemukan kebahagiaan dari hal kecil.
Kilas
balik di Desember 2024 kemarin, aku kehilangan pekerjaan. Padahal pekerjaan itu
satu-satunya menggantungkan harapan hidup. Sudah banyak rencana tersusun rapi
dari pekerjaan yang ditekuni tersebut.
Yup,
penghasilan dari pekerjaan itu akan dialokasikan untuk kebutuhan calon bayi ku.
Sebelumnya aku dan suami belum punya rencana untuk punya anak, mengingat kami
baru sembilan bulan menikah.
Tetapi
Tuhan berkehendak lain, pada pertengahan Juli aku dinyatakan mengandung.
Bahagia sekaligus khawatir. Bahagia diamanahkan momongan, khawatir belum banyak
yang kami persiapkan.
Apalagi
tabungan aku dan suami belum seberapa. Tak bisa dibilang siap untuk mempunyai
bayi dalam waktu dekat.
Kami
masih sama-sama merintis dari nol, tabungan suami habis buat nikahan dan
tabunganku juga tak seberapa. Alhasil, kami memulai lagi dari awal mengumpulkan
pundi-pundi rupiah.
Singkat
cerita, semasa kehamilan banyak hal yang terjadi hingga tabungan kami ludes.
Wajar saja, pasalnya mempersiapkan kehamilan mulai dari biaya USG setiap bulan,
vitamin, hingga pernah masuk IGD karena plasenta previa.
Di
tengah perjuangan menstabilkan kondisi ekonomi, suami diberhentikan dari
pekerjaan pertamanya bahkan gajinya selama sebulan pun tak dibayar
berbulan-bulan. Sementara di pekerjaan keduanya ia dibayar dibawah UMR.
Selang
beberapa bulan setelah suami di rumahkan, giliran ku. Kenyataan pahit yang tak
mudah ku terima. Pasalnya berkarier selalu jadi impian ku sejak dulu, bisa
dibilang menjadi wanita karier sebagai bentuk aktualisasi diri agar terus
berkembang.
Satu
bulan setelah di-layoff aku sulit menerima kenyataan pahit itu.
Berpisah dari teman-teman kerja yang super baik, punya penghasilan sendiri,
bahkan bisa eksplor berbagai hal.
Kehilangan
pekerjaan yang disukai memang berat, apalagi jadi harapan untuk bisa menabung
sekaligus membeli berbagai perlengkapan calon bayi kami.
Akhirnya
aku hanya berlarut-larut dalam kesedihan. Enggan melakukan apapun bahkan tak
ada semangat untuk bangkit lagi.
***
Beragam
peristiwa pahit yang dialami menjelang tahun 2025 itu memberiku banyak
pelajaran. Salah satunya ‘belajar menerima’.
Belajar
menerima kenyataan yang ku alami saat ini. Kehilangan pekerjaan, tabungan
ludes, dan bingung mulai dari mana.
Untungnya
kesedihan itu tak bertahan lama. Aku menyadari bahwa menerima peristiwa
pahit yang dialami itu memberikan secercah harapan di tengah keputusasaan.
Walau
yang ku alami tak seberapa dengan rangkaian kehilangan yang dialami orang-orang
di luar sana, namun aku berhasil melewati kesedihan itu.
Yup,
menerima dan sadar bahwa kehidupan tak berhenti disini menjadikan ku pribadi
yang lebih legowo. Melihat sisi lain kehidupan yang membuatku lebih bersyukur
sekaligus menjadi sumber kekuatan untuk terus bergerak maju:
Pertama,
aku bisa lebih banyak istirahat di rumah. Sebab
beberapa waktu kemarin kelelahan hingga alami plasenta previa.
Kedua,
punya waktu luang untuk membaca berbagai buku dan bacaan online. Menambah
wawasan.
Ketiga,
punya waktu luang bersama suami dan calon bayi. Aku lebih fokus untuk membaca,
bercerita dengan bayi, dan belajar hal baru seputar kehamilan dan persiapan
persalinan.
Keempat,
aku lebih fokus olahraga seperti yoga prenatal dan renang.
Kelima,
memperdalam skill menulis, gali skill baru, bahkan mulai mempelajari Bahasa
Inggris lagi.
Kelima
poin sederhana ini jadi rangkaian hal-hal kecil yang ku syukuri. Hati tak lagi
dibebani keresahan dan lebih fokus mempersiapkan kelahiran normal. Aku
menerima karena itu aku bahagia.
Doakan
agar kita selalu kuat menjalani kehidupan yang spektakuler ini. Kedepannya mari
kita terus mulai kembali. Tak peduli berapa payah yang telah dilalui.
***
Komentar
Posting Komentar